Rabu, 07 Desember 2011

Tulisan 2


Menarik minat wisatawan untuk lebih mengenal budaya Indonesia dilihat dari sudut pandang ekonomi

Menarik minat wisatawan untuk lebih mengenal budaya Indonesia dilihat  dari sudut pandang ekonomi, inilah topik yang kali ini akan dibahas.Kata penting dari kalimat diatas adalah sebab adanya budaya. Dari sinilah semuanya saling berkaitan satu sama lain. Budaya Indonesia yang beragam dan yang tak terhitung banyak jumlahnya ini dalam kasus ini yaitu mengembangkan bagaimana caranya agar para wisatawan dari dalam negeri maupun luar negeri bisa mengenal budaya Indonesia. Dan tentu saja ada yang berkaitan jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, ya tentu saja menaikkan perekonomian negara.
Saya merangkup ada berbagai usaha untuk menarik para wisatawan agar mau mengenal budaya Indonesia, diantaranya sebagai berikut:
·        Mempromosikan budaya budaya kita melalui iklan iklan dunia
·        Melalui desas desus yang ditujukan kepada wisatawan
·        Memperbaiki dan mengembangkan budaya kita agar wisatawan tertarik
·        Memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan yang sudah mau mengenal budaya Indonesia, agar wisatawan yang sudah mengenal budaya Indonesia dapat berbagi pengalaman dengan wisatawan yang lain.
·        Pemerintah dan warganya harus saling bekerja sama dengan baik untuk menjaga dan melestarikan budaya Indonesia. Janagn sampai aset berharga ini hilang dimakan zaman(sesuai berjalannya waktu)
·        Kitapun harus menghormati dan menghargai kepada setiap wisatawan, karena mereka sudah mengorbankan waktu dan pekerjaanya untuk berwisata disini enaaruntuk mencari pengalaman.

Menarik minat wisatawan untuk lebih mengenal budaya Indonesia memiliki banyak manfaatnya baik untuk bangsa kita sendiri maupun untuk wisatawan(terutama wisatawan luar negeri).

Manfaat yang diperoleh oleh bangsa kita, diantaranya:
·        Menaikkan devisa negara
·        Memajukan daerah yang berada ditempat wisata
·        Hubungan interaksi dengan luar negeri menjadi semakin baik dan harmonis
·        Menambah pelajaran dari para wisatawan
·        Dapat saling berkomunikasi dengan bertukar pikiran
·        Membuat bangsa Indonesia terlihat baik oleh bangsa lain, dan membuat wisatawan negara lain tertarik untuk mengenal budaya Indonesia
Manfaat yang diperoleh oleh wisatawan, diantaranya:
·        Mengenal budaya Indonesia
·        Mendapatkan pelajaran
·        Mengetahui adat istiadat dan kebiasaan yang dipunya bangsa kita
·        Mendapatkan hak istimewa
·        Mendapatkan pelayanan yang baik
·        Mendapatkan kepuasan tersendiri
·        Dapat mengenal keberagaman suku bangsa Indonesia
·        Mendapatkan keindahan
·        Dapat mengetahui sejarah kebangsaan kita
·        Memperoleh rasa kebersamaan
·        Memperoleh ketenangan jiwa
·        Memporoleh fasilitas dengan harga yang terjangkau
Tadi diatas sudah diberikan contoh tentang manfaat dari menarik minat wisatawan untuk mengenal budaya indonesia, baik dari sisi bangsa kita, maupun dari sisi wisatawannya.
Demikian tulisan saya mengenai menarik minat wisatawan untuk mengenal budaya Indonesia.

Saya ingin menambahkan tema ini melalui sumber sumber lain, karena menurut saya ini bagus dan penting untuk dipelajari

Ini berkaitan dengan menata ruang pariwisata Indonesia.
Tata Ruang Pariwisata Indonesia
Sejarah Penataan Ruang Indonesia


Pada saat itu, alumni lainnya mulai menangani Perencanaan
Pariwisata, misalnya di Maluku Tenggara, Riau dan lainnya.
Pariwisata merupakan salah satu bidang garapan kian menantang.
Saat ini, makin banyak yang meniti karir di Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata. Umumnya, para perencana tidak banyak kawannya,
karena berada dalam lingkungan yang mempunyai sudut pandang
lain, didominasi penanganan aspek non spasial, terutama sisi
ekonomi. Meski pucuk pimpinan sudah menggariskan tentang
pariwisata berkelanjutan, pariwisata berbasis masyarakat, pariwisata
dari-untuk-oleh masyarakat dan lain-lain, nyatanya dorongan industri
dan kebutuhan memperoleh devisa masih dominan.
Sejalan penyusunan RIPPN II (1980/1981), kuliah
Perencanaan Pariwisata dikenalkan di Jurusan Teknik Planologi (S-
1) sebagai mata kuliah pilihan. Namun, dalam perkembangan
selanjutnya, dirancang beberapa mata kuliah yang berurutan untuk
pemahaman lebih baik. Mata kuliah yang ditawarkan adalah
Pengantar Pariwisata, Analisis Sumber Daya Wisata dan
Perencanaaan Pariwisata yang dapat diikuti mahasiswa Planologi
secara bertahap. Ternyata, mata kuliah pariwisata diikuti mahasiswa
dari berbagai jurusan lain.
Lebih lanjut, kemudian diadakan perkuliahan Perencanaan
Rekreasi untuk memperkenalkan perlunya pertimbangan terhadap
aspek rekreasi yang selama ini dianggap sekadar salah satu jenis
fasilitas sosial. Oleh karena itu, kerap perhitungannya hanya
didasarkan pada standar kebutuhan penduduk. Padahal, aspek
rekreasi dapat menjadi kegiatan dengan dimensi ekonomi.
Ada perbedaan dan kesamaan antara rekreasi dan pariwisata.
Rekreasi lebih ditujukan untuk masyarakat lokal, meski tidak menutup
kemungkinan dimanfaatkan wisatawan. Sementara itu, sasaran
pariwisata adalah wisatawan dengan memperhatikan kepentingan
masyarakat lokal. Pariwisata maupun rekrasi didasarkan pada
konsep waktu luang dan pemanfaatannya secara berhasil guna dan
berdaya guna.
Hampir saja mata kuliah tersebut hilang dari kurikulum
Planologi karena merger dalam Masalah Perencanaan. Nomenklatur
tersendiri itu perlu dipertahankan, karena justru menjadi kelebihan
Jurusan Teknik Planologi ITB. Sejauh ini, mata kuliah pepariwisataan
hanya ditawarkan di di Jurusan Planologi ITB dengan dosen makin
banyak. Arief Rosyidie, misalnya, mengambil subyek pariwisata untuk
disertasinya di Belgia.
Meski demikian perlu diakui, posisi ilmu pariwisata di institut
ini, termasuk di Jurusan Planologi, masih terpinggirkan. Bagi
kalangan yang tidak menekuninya, pariwisata dianggap sebagai
bidang pendidikan ketrampilan (vocational) saja. Ironis sekali, sektor
yang diharapkan menjadi sumber penghasil devisa utama dan
penggerak ekonomi lokal ini tidak didukung lembaga pendidikan
untuk menghasilkan berbagai keahlian yang diperlukan.
Saat ini sudah mulai ada program Magister Manajemen di
berbagai Perguruan Tinggi yang berkembang pada tahun 2000-an. Di
ITB, ditampung di program Studi Pembangunan (1997) dan pada
tahun 2003 segera dibuka Program Magister di Fakultas Teknik
UGM.
Di bidang konsultan, banyak alumni yang membuka usaha
konsultan yang menangai perencanaan pariwisata berbagai daerah,
terutama di luar Jawa, mengikuti jejak PT. Idacipta pimpinan Prof.
Kus Hadinoto yang mengkhususkan di bidang perencanaan
pariwisata. Maka, makin banyaklah produk perencanaan pariwisata
yang berbentuk RIPPDA (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Daerah).
Hubungan antara Lembaga Penelitian Planologi (LPP) saat
menangani RIPPN Tahap II, boleh dikata terhenti dan baru
tersambung kembali pada pertengahan dekade 1980-an. Tim LPP di
bawah pimpinan Prof. Sugijanto Soegijoko (almarhum) mendapat
kepercayaan menjadi mitra kerja Tim JICA yang memberi grant untuk
proyek Western Part of West Java Regional Development Project.
Rencana ini menunjukkan konteks yang tepat, mengemas rencana
pengembangan pariwisata dalam suatu pengembangan wilayah.
Namun kemasan serupa ini tidak pernah muncul lagi, yang lebih
banyak muncul adalah RIPPDA (Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah) dan hanya dalam bidang pariwisata.
Berikutnya Tourism Sector Programming and Policy
Development (1990-1991) masih sebagai mitra kerja tim konsultan
asing untuk proyek yang didanai UNDP. Di proyek ini, penulis
menjadi koordinator. Lingkup pekerjaannya luas, mencakup
penyusunan kebijakan umum, kelembagaan, sistem informasi,
pemasaran, ketenagakerjaan, transportasi dan fasilitasi dengan fokus
penerbangan internasional serta dampak ekonomi. Saat itu, terjadi
perbedaan mendasar, konsultan asing hanya memikirkan pariwisata
mancanegara untuk devisa, sementara tim mitra kerja berpendapat
wisatawan domestik perlu diperhatikan khusus.
Pendapat tim asing yang umumnya berasal dari Eropa, tentu
dapat dimengerti. Mereka merujuk pada situasi di Eropa, sementara
di Indonesia kondisi pariwisata domestik (kemudian disebut
pariwisata nusantara) sangat berbeda polanya. Kepentingan
mayoritas wisatawan nusantara tidak terakomodasi. Tim asing ini
kemudian digantikan tim nasional, Tim LPP-ITB digabung dengan
tim konsultan dari PT. Gubah Laras yang memiliki pengalaman
menyusun RIPPDA Irian Jaya serta terlibat dalam pengembangan
Nusa Dua dan Jimbaran, Bali.
Konsultan itu dipimpin Abukasan, salah seorang dosen
Planologi yang pernah memimpin jurusan, sebelum akhirnya memilih
berkarir di jalur konsultan. Juga terlibat seorang arsitek dari UGM,
seorang ahli dari LAN dan seorang pakar ekonomi dari BPS. Pakar
asing ditambahkan untuk mengisi kekurangan terutama yang
menyangkut pasar internasional dan transportasi internasional.
Pada tahun 1991 LPP-ITB bersama IAP bekerja sama dengan
Virginia Commenwealth University, USA, menyelenggarakan
pelatihan Tourism Planning. Kurikulum dirancang khusus dengan
kasus Lampung untuk kajian dan wawasan lapangan. Pelatihan di
lembaga pendidikan tinggi pertama yang menarik minat dari berbagai
daerah, lembaga pendidikan dan dari BTDC (Bali Tourism
Development Corporation). Pelatihan berikutnya menyertakan sekitar
20 pejabat berbagai daerah, sekaligus melihat kondisi di negara
maju.
Pelatihan akademis dilakukan di VCU dengan banyak kasus
lapangan yang diamati dan dikaji. Pelatihan melibatkan berbagi
praktisi, para pelaku pariwisata. Pelatihan semacam ini dapat disebut
sebagai bentuk studi banding yang terintegrasi dengan aspek
akademis --tentu lebih bermanfaat ketimbang perjalanan studi
banding tanpa pendamping profesional.
LPP-ITB tertantang menyusun Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Nusa Tenggara Timur yang dikerjakan
dengan dukungan APBD (1991 dan 1992). Sejalan dengan itu, LPPITB
mendapat kepercayaan menyusun Struktur Program
Pembangunan Pariwisata yang intinya menyusun pedoman dengan
contoh kasus saat itu, bagaimana pola pikir dan mekanisme
penyusunan program untuk menjawab berbagi permasalahan
pembangunan pariwisata di lingkungan Direktorat Jenderal
Pariwisata.
Pada saat itu, Tim LPP ITB terdiri atas para perencana plus
rekan kelompok Manajemen dari Jurusan Teknik Industri. Kedua
pengalaman terakhir itu, menunjukkan banyaknya permasalahan lain
dengan aspek non spasial yang penting dalam memajukan pariwisata
Indonesia. Dengan dukungan pimpinan LPP-ITB saat itu, Kusbiantoro
dan Krishna Nur, membuka divisi pariwisata dan mendapat otonomi
mempersiapkan pengembangannya sejalan dengan upaya ITB untuk
mendirikan berbagai Pusat Penelitian multi disiplin di lingkungan ITB.
Selanjutnya, dipersiapkan pendirian Pusat Penelitian
Kepariwisataan (P2Par) yang mendapat dukungan Rektor ITB dan
meresmikannya pada tanggal 19 Agustus 1993. Dalam arah
pemikirannya, P2Par dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan di bidang pariwisata melalui penelitian maupun
pengalaman lapangan. Kegiatan penelitian masih terbatas karena
lembaga ini harus mampu berswadana. Dukungan pendanaan ini
diperoleh melalui kerja sama dengan pemerintah pusat maupun
daerah untuk berbagai kegiatan perencanaan serta pelatihan.
Dalam upaya pengembangan pengetahuan, ITB kemudian
bekerja sama dengan ATLAS ASIA --Asosiasi Lembaga pendidikan
non vocational di EROPA, menyelenggarakan konferensi dan
pelatihan. Keinginan mengembangkan program pasca sarjana
kepariwisataan belum sepenuhnya terwujud. Sementara program
tersebut ditampung di Program Studi Pembangunan yang
kurikulumnya lebih fleksibel. Di Jurusan Planologi, beberapa penulis
thesis meminati kepariwisataan yang diperkenalkan saat penerimaan
peserta S-2 PWK.
Kerjasama P2Par dengan Program Magister di ITB ini
merupakan salah satu sasaran dimana pengetahuan kepariwisataan
yang diperoleh melalui kerjasama maupun pendidikan lanjutan para
peneliti dan staf pendukungnya di’kembali’kan ke dalam program
pendidikan.
PENUTUP
Pariwisata merupakan subyek yang bersifat multi disiplin dan
multi dimensi, masih kurang mendapat perhatian dari para perencana
yang telah disibukkan dengan berbagai permasalahan ketataruangan
sektor lain yang dipandang lebih konkret. Dalam berbagai rencana
kota/wilayah, ruang pariwisata tidak muncul secara khusus.
Pariwisata dijadikan bagian kawasan perdagangan, permukinan atau
kawasan lain, terrmasuk kawasan lindung.
Perencanaan pariwisata menghadapi masalah, karena para
perencana kurang memahami karakteristik pasar pariwisata yang
dinamik serta berkembangnya persepsi yang kuat tentang pariwisata
sebagai penghasil devisa dan PAD. Anggapan yang tidak keliru,
namun perlu dibarengi pemahaman sisi lainnya. Dampak dan
perlunya perencanaan tata ruang pariwisata dalam rangka
penciptaan ruang wisata maupun dikaitkan dengan fungsi
perkotaan/wilayah lainnya. Artinya, pariwisata selayaknya menjadi
salah satu sektor atau guna lahan yang memiliki keterkaitan dengan
sektor atau guna lahan lainnya. Oleh karena itu, pengetahuan
kepariwisataan bagi para perencana menjadi perlu. Dapat sebagai
bagian dari kurikulum pendidikan atau menjadi bahan pendidikan
lanjutan bagi para perencana yang sudah lulus.
Tata ruang pariwisata merupakan sesuatu yang nyata sejak
lama dan di mana-mana. Ia juga menjadi kebutuhan di berbagai
tingkatan, mulai dari lokal sampai internasional. Tara ruang
pariwisata merupakan salah satu alat untuk mengendalikan
perkembangan fisik agar tidak mengganggu keseimbangan ekologis
akibat mengejar keuntungan ekonomi.
Di lain pihak, pariwisata dapat juga dijadikan alat untuk
mengarahkan perkembangan, mendorong tumbuhnya investasi lain.

Pariwisata kerap dikembangkan dengan azas kedekatan dan
kekuatan pasar. Namun dapat pula dilakukan sebaliknya, pariwisata
dijadikan alat untuk mendorong pertumbuhan ke arah yang
diinginkan
Adalah hal yang pantas, jika Plonologi ITB berada di garis
terdepan dalam pengembangan dan pengayaan muatan
pengetahuan bagi para perencana melalui pendidikan lanjutan dalam
bentuk program pasca sarjana atau program lanjutan khusus,
termasuk muatan pariwisata. Hal ini tidak terlepas dari posisi ITB
sebagai lembaga pendidikan Planologi tertua di Indonesia.
Sumber: Myra P. Gunawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar