Senin, 29 Desember 2014

Good Corporate Governance (GCG) dan Contoh Penerapannya


Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutanCadburry Report - mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, danstakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu. 
Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepadashareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkanstakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu  fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparencyresponsibilityaccountability, dan tentu sajafairness. Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: AccountabilityTransparencyPredictability danParticipation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate GovernanceMalaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah,governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG,governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran - yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar. Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai  suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwaGood Corporate Governance merupakan:
1.    Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2.    Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3.    Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

Dari pengertian di atas pula, tampak beberapa aspek penting dari GCG yang perlu dipahami beragam kalangan di dunia bisnis, yakni;
°    Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan di antaranya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan direksi. Keseimbangan ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga organ perusahaan tersebut (keseimbangan internal)
°    Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada seluruh stakeholder. Tanggung jawab ini meliputi hal-hal yang terkait dengan pengaturan hubungan antara perusahaan denganstakeholders (keseimbangan eksternal). Di antaranya, tanggung jawab pengelola/pengurus perusahaan, manajemen, pengawasan, serta pertanggungjawaban kepada para pemegang saham dan stakeholders lainnya.
°    Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan. Kemudian hak berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perkembangan strategis dan perubahan mendasar atas perusahaan serta ikut menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam pertumbuhannya.
°    Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan informasi yang material dan relevan serta melarang penyampaian informasi untuk pihak sendiri yang bisa menguntungkan orang dalam (insider information for insider trading).








PENGERTIAN PERUSAHAAN Good Corporate Governance
Secara umum istilah Good Corporate Governance lebih ditujukan untuk sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan sebagai suatu praktik pengelolaan perusahaan secara amanah dan prudensial dengan mempertimbangkan keseimbangan pemenuhan kepentingan seluruh stakeholders. Dengan penerapan GCG, maka pengelolaan sumber daya perusahaan diharapkan menjadi efisien, efektif, ekonomis dan produktif dengan selalu berorientasi pada tujuan perusahaan dan selalu memperhatikan kepentingan stakeholders. Ada 4 model pengendalian perusahaan :
1. Simple financial model
2. Stewardship model
3. Stakeholder model
4. Political model
Prinsip-prinsip GCG yang baik :
1. Transparancy
2. Fairness
3. Accountability
4. Responsibility
Manfaat GCG :
1. Menjaga sustainability perusahaan
2. Meningkatkan nilai perusahaan dan kepercayaan pasar
3. Mengurangi agency cost dan cost of capital
4. Meningkatkan kinerja, efisiensi dan pelayanan kepada stakeholders























Contoh :


Penerapan Good Corporate Governane (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik) sudah dilakukan sejak dini, sehingga mampu menjaga bank ini selamat menghadapi berbagai krisis dalam beberapa dekade terakhir. Bank OCBC NISP meyakini, penerapan GCG-lah yang akan memungkinkan kinerja perusahaan yang terus meningkat dan sustainable untuk jangka panjang. Bagaimana penerapan GCG di Bank OCBC NISP, Presiden Direktur PT OCBC NISP Tbk, Parwati Surjaudaja menuturkannya kepada Ario Fajar dari SWA:
Penerapan GCG di Bank OCBC NISP sudah dilakukan sejak dini, hal ini pulalah yang menjadi salah satu kunci utama keberhasilan Bank OCBC NISP bertahan mengarungi berbagai krisis selama 71 tahun terakhir. Adapun formalisasi GCG telah dilakukan sejak tahun 2006. Di tahun itu, kami mulai mendokumentasikan, merapihkan, dan menyempurnakan GCG.
Tahap persiapan dimulai dari awarness, self assessment dan development. Penanamanawareness dilakukan melalui berbagai sosialisasi di seluruh level, di mana kurikulum GCG disampaikan dalam berbagai forum pelatihan. Contohnya adalah New Employee Orientation, di mana karyawan diinformasikan mengenai sejarah perusahaan, kode etik, danrisk management. Selanjutnya proses pengukuran dengan melakukan pengisian terhadap GCG self assessment. Pemetaan self assessment dilakukan dengan memetakan kondisi dan praktik GCG internal terhadap kondisi GCG ideal sebagaimana PBI No8/14/pbi/2006. Hal ini dilakukan OCBC NISP untuk melihat dan mengukur implementasi GCG dan mana hal-hal yang perlu disempurnakan dalam mencapai kondisi yang diinginkan. Pada prosesdevelopment dilakukan penerjemahan mengenai kesiapan implementasi GCG dan bagaimana proses GCG dilekatkan ke dalam setiap kebijakan dan prosedur di OCBC NISP. Di OCBC NISP, prinsip-prinsip GCG dimasukkan ke dalam kebijakan, kerangka, dan prosedur yang ada.
Tahap implementasi dilakukan mulai dari proses sosialisasi, implementasi sampai dengan internalisasi prinsip-prinsip GCG ke dalam budaya bank. Sosialisasi dilakukan melalui kebijakan yang dibuat untuk mendukung pelaksanaan GCG, antara lain, Kebijakan Anti Fraud, Kebijakan SDM, Kebijakan Komunikasi, dan Informasi, Pelaporan Insiden, Kebijakan Manajemen Risiko, Pedoman Komite-Komite, BOD Charter, dan BOC Charter. Secara formal implementasi disosialisasikan melalui penerbitan berbagai SK Direksi yang disampaikan dan dapat diakses oleh pihak-pihak yang terlibat langsung dalam operasional bank melalui website internal Bank OCBC NISP.
Tahap evaluasi mencakup proses audit oleh auditor eksternal dan GCG scoring rating. Audit eksternal dilakukan oleh lembaga ekternal, termasuk Bank Indonesia, yang melakukan audit terhadap berbagai fungsi dan aktivitas di Bank OCBC NISP. Fungsi ini telah dijalankan dengan menunjuk auditor eksternal yang independen untuk melakukan evaluasi terhadap aktivitas di OCBC NISP termasuk aktivitas pengelolaan risiko.
Proses akhir di tahap evaluasi adalah GCG scoring rating yang merupakan end result dari proses assessment secara berkala oleh pihak eksternal, dalam hal ini dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai regulator. Saat ini kondisi self assessment rating OCBC NISP adalah sangat baik. Bank akan terus melakukan evaluasi dan penyempurnaan atas implementasi GCG.
Seberapa urgen pelaksanaan GCG bagi perusahaan?
Kami percaya pelaksanaan GCG sangatkan krusial untuk instritusi perbankan yang merupakan lembaga kepercayaan. Hanya dengan adanya pelaksanaan GCG yang konsistenlah dimungkinkan pertumbuhan dan track record yang sustainable untuk jangka panjang. Sebuah bank yang telah melaksanakan GCG akan memiliki pandangan jangka panjang dalam mengintegrasikan tanggung jawab lingkungan dan sosial dengan pengelolaan risiko, menemukan peluang-peluang dan mengalokasikan modal untuk memberikan manfaat yang terbaik bagi seluruh pemangku kepentingan. GCG akan mengarahkan praktik bisnis yang bertanggung jawab, sehingga memastikan pengelolaan lingkungan kerja yang positif dan kondusif, pertanggungjawaban kepada pasar dan komunitas serta pencapaian kinerja keuangan yang sehat dan berkesinambungan. Rasanya, tanpa GCG tidak ada cara yang lebih baik untuk meyakinkan kepercayaan publik terhdap bisnis bank dan industri perbankan dalam membangun ekonomi masa depan yang lebih baik.

Bagaimana manajemen menjalankan GCG? Eksekusinya seperti apa?
Di OCBC NISP, GCG dijalankan secara konsisten, mulai dari aspek struktural, operasional dan pemeliharannya. Secara struktural OCBC NISP meyakini aspek penting dari GCG seperti tugas dan tanggung jawab dewan komisaris, direksi dan komite-komite: pencegahan dan penanganan konflik kepentingan; pelaksanaan fungsi kepatuhan; internal dan ekternal audit; penerapan manajemen risiko dan pengendalian intern; ketentuan yang berhubungan dengan pihak terkait dan eksposur besar; transparansi informasi keuangan dan nonkeuangan; penerapan laporan pelaksanaan GCG dan rencana strategis Bank.
Contohnya, dalam penerapan manajemen risiko, secara struktural dewan komisaris membentuk pemantau risiko untuk mengawasi kebijakan manajemen risiko dan implementasi kegiatan usaha yang dilakukan oleh divisi yang ada pada bank. Secara operasional, presiden direktur menunjuk direktur risk management untuk mengelola penerapan manajemen risiko yang ada pada OBCB NISP. Proses manajemen risiko merupakan proses berkesinambungan yang berlangsung terus-menerus mulai dari proses indentifikasi, pengukuran, pemantauan, sistem informasi manajemen serta pengendalian. Dari aspek pemeliharaan dilakukan secara berkesinambungan dengan melakukan pengkinian secara periodik terhadap berbagai kebijakan dan panduan manajemen risiko.
Bagaimana perusahaan menjalankan GCG dalam konteks manajemen risko? Bagaimana praktik manajemen risiko di perusahaan?
Bank OCBC NISP membangun dan menerapkan manajemen risiko secara terpadu dengan pelaksanaan GCG dalam kegiatan operasional bank sehari-hari. Penerapan risk managementdi Bank OCBC NISP memberi penekanan pada pendekatan yang komprehensif dan holistik dalam mengelola risiko, beralih dari pendekatan yang sifatnya “silo” di mana masing-masing risiko dikelola secara terpisah. Bagi OCBC NISP, manajemen risiko merupakan suatu aktivitas value creation, bukan sekadar aktivitas pencegahan dan pengelolaan risiko. Manajemen risiko diterapkan sebagai satu kesatuan dengan berbagai proses dan aktivitas bank, di mana implementasinya telah menjadi bagian dari business as usual. Penerapan manajemen risiko di OCBC NISP yang memiliki visi menjadi “Pengelola risiko terbaik di Indonesia” memfokuskan penguatan pada organisasi dan sumber daya; kebijakan dan prosedur; sistem dan data; metodologi dan pendekatan untuk analisis dan permodelan risiko.
Dalam organisasi OCBC NISP pelaksanaan penerapan manajemen risiko dilakukan dengan pendeketan three lines of defense. Pendekatan ini dimaksudkan untuk terus menumbuhkembangkan budaya sadar risiko di setiap lini dan fungsi organisasi. Pendekatanthree lines of defense diawali dengan oversight yang dilakukan oleh dewan komisaris dan direksi dalam pelaksanaan proses pengelolaan risiko bank secara menyeluruh. Secara organisasi, peran lini pertahanan pertama (first line of defense) diwakili oleh Unit Bisnis dan Unit Pendukung yang berfungsi sebagai unit pengambil dan pemilik risiko (risk taking and risk owner unit). Mereka akan mengejar pertumbuhan usaha dan mengambil keputusan yang mempertimbangkan aspek risiko.
Lini pertahanan kedua (second line of defense) dilakukan oleh Risk Management Group danCompliance Division yang berfungsi sebagai risk control unit, yang tugasnya antara lain: menetapkan kerangka dan regulasi internal mengenai pengelolaan risiko, baik yang sifatnya finansial maupun nonfinansial; melakukan pemantauan terhadap bagaimana fungsi bisnis dan nonbisnis dilaksanaan dalam koridor kebijakan manajemen risiko, dan prosedur standar operasional yang telah ditetapkan. Lini Pertahanan Ketiga (Third Line of Defense) dilaksanakan oleh auditor internal yang berfungsi sebagai risk assurance. Dalam menjalankan fungsinya sebagai risk assurance, auditor bersifat independen dan bertanggung jawab langsung kepada direktur utama. Peran utama auditor internal terkait manajemen risiko adalah melakukan review dan evaluasi berkala terhadap kerangka dan tata kelola risiko di Bank OCBC NISP secara keseluruhan yang dilakukan oleh lini pertahanan pertama dan kedua untuk memastikan kedua lini ini berjalan sesuai dengan perannya masing-masing. Pengelolaan risiko dilakukan dalam suatu rangkaian siklus yang terdiri atas identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemantauan risiko, pengendalian risiko, dan sistem informasi


Bisa dijelaskan lebih detail?
Proses indentifikasi risiko dilakukan secara proaktif/antisipatif dengan menganalisis seluruh sumber risiko, di mana sekurang-kurangnya dilakukan terhadap risiko dari produk, aktivitas dan program bank. Pengukuran risiko dilakukan secara berkala, secara kuantitatif maupun kualitatif, baik dalam produk dan portofolio maupun seluruh aktivitas bisnis OCBC NISP. Hasil pengukuran risiko dibandingkan dengan risk appetite Bank OCBC NISP. Model dan sistem pengukuran risiko telah dikomunikasikan, disetujui, dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan kesesuaian asumsi, akurasi, kewajaran, dan integritas data serta prosedur yang digunakan.
Pemantauan risiko dilakukan terhadap besarnya risk appetite, eksposur risiko, toleransi, kepatuhan limit internal, dan hasil stress testing maupun konsistensi pelaksanaan dengan bijakan dan prosedur yang ditetapkan. Pengendalian risiko di OCBC NISP menggunakan pendekatan COSO (Committe of Sponsoring Organization of the Treadway Commission) di mana penerapan ERM dilaksanakan oleh Direksi dengan koordinasi dari Direktur Risk Management dan secara GCG memasukkan elemen pengawasan dari Dewan Komisaris.
Penyediaan sistem informasi manajemen risiko memiliki peran kritikal serta telah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Bank OCBC NISP dalam rangka penerapan manajemen risiko yang efektif. Sebagai bagian dari proses manajemen risiko, sistem informasi manajemen digunakan untuk mendukung pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko.
Tata kelola risiko, toleransi risiko dan risk appetite menjadi tanggung jawab penuh dari jajaran direksi yang didukung oleh pengawasan independen baik melalui Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). Dalam pelaksanaannya, keseluruhan pengelolaan risiko menjadi tanggung jawab bersama seluruh karyawan di setiap lini organisasi. SKMR, yang dalam hal ini terwujuf dalam 8 divisi di Risk Management Group, berfungsi menetapkan dan mengembangkan proses dan perangkat pengelolaan risiko yang efektif dan konsisten agar terbangun budaya Bank yang menitikberatkan kesadaran karyawan akan risiko.
Apa saja persoalan-persoalan manajemen risiko yang terkait GCG yang ada diperusahaan?
Penerapan GCG dilakukan oleh Bank OCBC NISP dan juga bank-bank lainnya tidak luput dari beberapa tantangan. Pertama, sumber daya manusia yang kompeten di bidang manajemen risiko relatif terbatas. Risk Management Grou[ dituntut untuk memiliki kemampuan dan keahlian khusus terkait dengan masing-masing jenis risiko yang dikelola oleh bank. Untuk mengatasi hal ini, OCBC NISP senantiasa terus melakukan perekrutan SDM yang kompeten dan berkualitas, serta tetap melakukan pengembangan terhadap SDM yang ada melalui program talent management. Kedua, tantangan lainnya dengan produk perbankan yang semakin kompleks, termasuk juga dalam konteks pengembangan perbankan secara regional yang memerlukan cross border risk management yang baik. Dan ketiga, walaupun budaya sadar risiko telah diterapkan dengan baik, namun sebagai manusia, tetap saja ada yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan code of conduct. Fraudinternal masih terjadi, namun kecenderungannya terus menurun. Bank telah mengeluarkan Kebijakan Anti Fraud dan telah dibentuk Tim Penanganan Fraud (TPF). Satuan kerja manajemen risiko wajib memastikan bahwa rekomendasi TPF telah ditindaklanjuti sebagai perbaikan proses dan melakukan pemantauan terhadap tindak lanjut yang dilakukan oleh unit kerja terkait kejadian-kejadian risiko operasional.
Apa saja Best Practice GCG yang berbenturan dengan praktek di lapangan yang kerap membuat dilema bagi perusahaan?
Dapat saja terjadi best practice GCG berbenturan dengan praktik tidak terpuji di lapangan. Sebagai contoh, dilema bagi bank terjadi apabila seorang karyawan melakukan tindakan yang legal tapi tidak etis. Dalam hal ini, nilai-nilai fundamental yang sudah diatur jelas dalamcorporate governance policy dan telah diartikulasikan secara eksplisit melalui kode etik dancode of conduct serta telah menjadi bagian budaya bank akan menyebabkan karyawan dimaksud tidak bersikap mendua untuk memutuskan mana yang benar atau yang salah. Sejauh ini bank tidak pernah melakukan praktik-praktik yang tidak terpuji dalam melakukan seluruh aktivitas usahannya. Misalnya, bank tidak akan mentolerir praktik suap untuk melancarkan semua urusan di lapangan
Lalu bagaimana perusahaan menyelesaikan dilema itu?
Penyelesaian dilema selalu diatasi dengan kode etik, code of conduct, ketentuan dan perundangan yang berlaku, Pertama, secara ineternal, bank telah memiliki kebijakan dan prosedur benturan kepentingan. Pengungkapan kondisi benturan kepentingan pada pengambilan keputusan dilengkapi risalah rapat yang diadministrasikan dan didokumentasikan dengan sangat baik. Prinsip dasar benturan kepentingan juga disosialisasikan dalam bentuk kode etik yang menjadi pedoman perilaku seluruh karyawan Bank OCBC NISP. Kedua, secara eksternal, apabila terdapat dilema kepentingan pihak eksternal atau nasabah yang menyalahi aturan, maka Bank melakukan enforcement dengan melakukan pengiriman surat resmi kepada pihak eksternal atau nasabah yang bersangkutan dan dengan tegas menyatakan bahwa bank terkait dengan berbagai peraturan, hukum dan etika bisnis yang berlaku serta tidak dalam posisi untuk melakukan pelanggaran.
Apa hambatan menjalankan GCG?
Hambatan pelaksanaan GCG biasanya muncul pada saat terjadi konflik antara kepentingan jangka pendek dengan kepentingan jangka panjang. Juga, tantangan yang penting dalam mewujudkan GCG yang lebih baik adalah mengubah mindset dan penghayatan akan budaya perusahaan. Perubahaan dan penghayatan tersebut harus datang dari setiap individu. Dewan Komisaris dan Direksi berusaha menciptakan lingkungan yang kondusif untuk terjadinya perubahan mindset, tetapi tanggung jawab dan tantangan utama terciptanya GCG harus berasal dari seluruh sanubari individu yang berada di OCBC NISP.
Apa perbedaan sebelum dan sesudah adanya GCG di perusahaan?
GCG di Bank OCBC NISP ada sejak dulu, dimulai dari nilai-nilai yang disebarkan oleh pendirinya. Perbedaannya yang sangat terasa adalah dari pegawai-pegawai baru.Kami menerima pegawai dari banyak latarbelakang. Dengan adanyanya GCG, maka akan membawa mereka pada satu sudut pandang, satu misi dan visi, kepahaman soal etika perusahaan, penerapan dan pelaksanaan tata kelola perusahaan, sehingga perilaku dan etos kerja mereka bisa dikendalikan dalam sebuah sistem.
Apa dampak penerapan GCG terhadap kinerja perusahaan?
Penerapan GCG lah yang akan memungkinkan kinerja perusahaan yang terus meningkat dansustainable untuk jangka panjang. Dampak penerapan GCG atas kinerja bank terlihat sangat positif tidak saja dalam hal kegiatan monitoring dan kontrol yang dilakukan oleh pemilik, regulator, investor , tetapi juga atas kepercayaan pemilik untuk melakukan investasi, inovasi dan kegiatan “entreprenuer” dalam mendukung pertumbuhan bank yang berkesinambungan. Kinerja bank terlihat dari track record yang tumbuh konsisten dan terus meningkat dari waktu ke waktu selama keberadaannya minimal 20 tahun terakhir, dari bank regional yang berkantor pusat di Bandung menjadi bank ranking 7 di antara bank swasta. Kinerja pertumbuhan aset ini didukung pula dengan kualitas kredit yang semakin membaik, di mana per September 2012 NPL Gross sebesar 1,04% atau NPL Nett sebesar 0,42. Lembaga Pemeringkat Fitch Rating dan Pefindo memberikan rating AAA kepada Bank OCBC NISP atas dasar stabilitas kinerjanya.
Apa manfaat penerapan GCG dan apa rencana ke depannya terkait GCG?
Penerapan GCG yang konsistenlah yang akan memungkinkan bank untuk bisa tumbuh berkembang secara konsiten dan meningkat dari waktu ke waktu. Penerapan GCG lah yang akan memungkinkan terbangunnya brand image positif dan terjaganya kepercayaan di antara semua stakeholders. Hal ini bukan saja hanya akan menjaga tingkat kepercayaan dan loyalitas dari para nasabah, tapi juga menjaga kredibilitas institusi di mata para regulator khususnya, dan masyarakat umumnya.
Secara internal, hal ini pun akan menciptakan loyalitas yang lebih dalam dan komitmen yang lebih tinggi dari para karyawan. Karyawan yang berkomitmen akan menjadi lebih kreatif dan energik dalam menumbuhkembangkan Bank OCBC NICP secara sehat dan berkesinambungan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif seperti sekarang, kreativitas sangat vital untuk mendapatkan keuntungan dalam berkompetisi.
Bank senantiasa melakukan penyempurnaan berbagai kelemahan dalam penerapan GCG. Sejalan dengan pengembangan usahanya, Bank OCBC NISP tetap berkomitmen dalam penerapan tata kelola Bank dan mengedepankan pengelolaan risiko dalam tata kelola tersebut serta melakukan perbaikan yang berkesinambungan atas pelaksanaan setiap aspek GCG demi kemapanan tata kelola jangka panjang.
Apakah pelaksanaan GCG sejauh ini berjalan baik?
Pasti selalu adaimprovement. Kami belajar GCG dari mana saja. Pertama, dari pendiri yang hingga sekarang selalu menyebarkanwisdom. Kedua, dari IFC, anak usaha Bank Dunia, yang pernah menjadi pemegang saham dari 2001-2006, dan kini dari belajar dari pengalaman OCBC, yang di Singapura selalu masuk dalam top 3 atau top 5 dalam penerapan GCG.
Kalau boleh mengklaim, Bank OCBC NISP pantas mendapat predikat “sangat terpecaya” karena apa? Di mana letak kekuatan perusahaan terkait GCG?
Kita sudah mencoba yang terbaik. Kekuatannya adalah kita sudah melakukan GCG secara substansi seutuhnya, baik dalam hati maupun tindakan.

Sumber :

ulasan :
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik) sudah dilakukan sejak dini, sehingga mampu menjaga bank ini selamat menghadapi berbagai krisis. Semuanya sudah dilakukan dengan baik dari semua tahapan, dengan manajemen GCG, dan evaluasi dan pengelolaan yang baik terhadap GCG yang dilakukan untuk mencapai tujuannya.

Senin, 10 November 2014

2. Contoh pertentangan atau permasalahan mengenai perusahaan yang belum melaksanakan prinsip CSR secara benar


Mayoritas Bank Belum Terapkan CSR Secara Benar

Setidaknya ada tiga hal penting yang bisa dilakukan perusahaan perbankan untuk menerapkan program CSR di kantornya. Darto Wiryosukarto
Tangerang–Hanya sebagian kecil perbankan di Indonesia yang telah melaksanakan program corporate social responsibility secara benar dan mendalam, di antaranya bank asing dan bank BUMN. Selebihnya masih perlu diluruskan.
Hal tersebut mengemuka dalam “Journalist Conference on CSR” yang diselenggarakan di Aryaduta Lippo Village, Tangerang, 18-19 Juni 2010.
Selain junalis dari puluhan media massa nasional, hadir di acara tersebut La Tofi, Chairman La Tofi School of CSR, Jalal, aktivis Lingkar CSR Indonesia, Bambang Harymurti, Redaktur Senior Koran Tempo, Nuni Setyoko, Vice President Corporate Sustainable HSBC Indonesia, dan Tarman Azzam, Ketua Dewan Kehormatan PWI.
Selama ini, menurut Bambang Harymurti, banyak perusahaan yang memandang program corporate social responsibility (CSR) sebagai ajang “bagi-bagi duit”, khususnya kepada masyarakat di sekitar perusahaan beroperasi.
Padahal, CSR bukan itu, tapi bagaimana menciptakan program atau produk yang mampu membantu mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat.
“Saking salah kaprahnya, banyak di kawasan pertambangan di Kalimantan, warga setempat membuat portal dan meminta uang kepada truk proyek yang lewat sambil teriak, ‘dana CSR, dana CSR’,” ungkap Bambang. “Ini karena perusahaan gagal mengkomunikasikan program CSR ke masyarakat,” tambahnya.
Tak hanya perusahaan yang bersentuhan langsung dengan sumber daya alam (SDA) yang mempunyai tanggung jawab menyelenggarakan program CSR. Perbankan pun mempunyai tanggung jawab itu.
Sayangnya, hanya sebagian kecil perusahaan perbankan yang memahami dan melaksanakan program CSR secara benar.
Menurut Jalal, setidaknya ada tiga hal penting yang bisa dilakukan perusahaan perbankan untuk menerapkan program CSR di kantornya.
Pertama, dalam mengambil keputusan investasi, seperti pembiayaan ke perusahaan lain, selain mempersyaratkan kelayakan finansial, bank juga harus mempertimbangkan kelayakan sosial dan lingkungan.
Sebagai guiding untuk menentukan bagaimana memenuhi unsur kelayakan sosial dan lingkungan, perusahaan bisa berpegang pada Equator Principle,sebuah kesepakatan terkait penyelamatan lingkungan hidup.
Sebagai contoh, HSBC menolak memberikan kucuran kredit kepada perusahaan kelapa sawit yang dinilai merusak lingkungan dalam produksinya.
“Yang menandatangani kesepakatan itu, bisa mengatakan, ‘Saya tidak akan memberikan pinjaman ke proyek Anda kecuali sudah memenuhi prinsip-prinsip Equator Principle. Ini yang paling penting dari CSR perbankan,” tutur Jalal. Sayangnya, hanya bank-bank asing yang berani menerapkan poin pertama ini, itu pun tidak semua bank asing.
“Sebagai bank yang sustainable, tidak mungkin kami akan landing dana kepada perusahaan yang tidak ramah lingkungan,” ungkap Nuni Setyoko.
Kedua, melakukan pengajaran kemampuan financial literacy.
Bank mempunyai kemampuan dalam hal pengetahuan finansial, mereka harus memberikan pembelajaran kepada masyarakat agar melek finansial. Banyak masyarakat, seperti LSM, yang membutuhkan kemampuan ini.
Ketiga, membuat pool khusus untuk usaha mikro dan kecil (UMK), karena selama ini bank mempunyai kecenderungan memberikan kucuran kreditnya kepada pengusaha besar, sementara pengusaha UMK kesulitan mendapatkan akses pendanaan.
Kalau hal ini terjadi terus-menerus dan dibiarkan, ketimpangan akan semakin parah, yang gede semakin gampang mendapatkan dana, sementara yang kecil semakin susah.
“Nah, untuk mereduksi ketimpangan tersebut, keberadaan pool khusus untuk UMK menjadi sangat penting. Jadi, masyarakat tak hanya diberi modal, tapi juga bantuan manajemen,” tegasnya.
Selama ini, bank-bank BUMN, seperti Bank Mandiri dan BRI, cukup menonjol kegiatan CSR-nya. Yang perlu diperhatikan adalah, apakah mereka juga sudah menerapkan tiga hal di atas?
“Kalau saya lihat, BRI mempunyai konsen di usaha mikro dan kecil. Tapi itu saja belum cukup karena masih perlu juga melakukan pengajaran financial literacy.
Dalam acara “Journalist Conference of CSR” tersebut, para jurnalis membuat rekomendasi untuk pemerintah, perusahaan, dan institusi pers, agar mereka bisa satu pemahanan tentang pengertian dan penerapan CSR yang benar. (*)
Analisa : Mengenai masalah ini saya sangat prihatin karena masih banyak Bank yang belum melaksanakan prinsip CSR secara benar, saya sangat mendukung acara “Journalist Conference of CSR” tersebut, yang para jurnalisnya membuat rekomendasi untuk pemerintah, perusahaan, dan institusi pers, agar mereka bisa satu pemahanan tentang pengertian dan penerapan CSR yang benar.

1.Contoh Perusahaan yang menerapkan prinsip CSR dengan baik


CSR dan Penerapannya Pada PT.Indosat

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Secara umum, alasan terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi di bawah ini:
Sumberdaya manusia
Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan memperjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan, terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.
Manajemen risiko
Manajemen risiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup. Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan benar", baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun lingkungan--yang semuanya merupakan komponen CSR--pada perusahaan dapat mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.Membedakan merek. Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut masyarakat. Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan CSR yang bisa mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu corporate social marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM). Pada CSM, perusahaan memilih satu atau beberapa isu--biasanya yang terkait dengan produknya--yang bisa disokong penyebarluasannya di masyarakat, misalnya melalui media campaign. Dengan terus menerus mendukung isu tersebut, maka lama kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan melakukan pembelian produk perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan perhatian atas isu tersebut. CRM bersifat lebih langsung. Perusahaan menyatakan akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu memecahkan masalah sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil penjualan produk tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan rupiah per produk terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau keuntungan. Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi pemecahan masalah sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang. Perusahaan yang bisa mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih banyak dibeli orang, selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang peduli pada isu tertentu.
Ijin usaha
Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.
Motif perselisihan bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama perseroan.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat contoh penerapan CSR pada PT.Indosat dibawah ini :

Sebagai bentuk komitmen Indosat dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, Indosat telah melaksanakan berbagai progam yang kami harapkan dapat meningkatkan kehidupan masyarakat Indonesia untuk menjadi lebih baik.

Corporate Social Responsibility yang kami lakukan tidak terbatas hanya pada pengembangan dan peningkatan kualitas masyarakat pada umumnya, namun juga menyangkut tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Kepedulian terhadap pelanggan, pengembangan Sumber Daya Manusia, mengembangkan Green Environment serta memberikan dukungan dalam pengembangan komunitas dan lingkungan sosial. Setiap fungsi yang ada, saling melengkapi demi tercapainya CSR yang mampu memenuhi tujuan Indosat dalam menerapkan ISO 26000 di perusahaan.

Penerapan CSR Indosat mencakup 5 inisiatif, yang dilakukan secara berkesinambungan yaitu:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw72jRPfnueWmVnkr4dRLYquyOhfQsf6i0ZgGayHttQlFxTzJE9joEHvU9ZtQdqCLlmASJFbM2KFW0cq2-M5_ZChci62e0Obl-RxNOq_0RWAlHX5eDaOi-cXPB4VnwUPnfxh8ZlXVcaK0/s400/1.bmp

Organizational Governance

Penerapan tata kelola Perusahaan terbaik termasuk mematuhi regulasi dan ketentuan yang berlaku, berlandaskan 5 prinsip: transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, interpendensi dan kesetaraan.

Consumer Issues
Menyediakan dan mengembangkan produk dan jasa telekomunikasi yang memberikan manfaat luas bagi pemakainya, layanan yang transparan dan terpercaya.

Labor Practices
Mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan antara Perusahaan dan karyawan serta pengembangan sistem, organisasi dan fasilitas pendukung sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Perusahaan.

Environment
Mengembangkan budaya Peduli lingkungan termasuk upaya-upaya nyata untuk mengurangi penggunaan emisi karbon dalam kegiatan perusahaan.

Community Involvement
Ikut mengembangkan kualitas hidup komunitas dalam hal kualitas pendidikan sekolah dan olahraga, kualitas kesehatan, serta ikut serta dalam mendukung kegiatan sosial komunitas termasuk bantuan saat bencana/musibah.

CSR Goal Indosat
Bertumbuh, mematuhi ketentuan dan regulasi yang berlaku serta Peduli kepada masyarakat.

Program CSR di tahun 2008 memiliki tema khusus “Indosat Cinta Indonesia”, yang kemudian pada tahun 2009, tema CSR Indosat berkembang menjadi “Satukan Cinta Negeri” sebagai bentuk refleksi komitmen dan tanggungjawab Indosat sebagai perusahaan di Indonesia yang Peduli atas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, serta upayanya untuk senantiasa berkarya, memberikan manfaat, serta mengajak peran serta seluruh stakeholder untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang lebih baik, yang merupakan terjemahan dari keinginan masyarakat pada umumnya untuk terlibat secara aktif dalam berbagai program sosial Indosat.

Program Indosat “Satukan Cinta Negeri” diterapkan melalui berbagai aktifitas antara lain adalah:

Program yang telah dilakukan akan terus berjalan dan ditingkatkan kualitasnya. Seluruh program CSR yang dilaksanakan oleh Indosat akan terus dievaluasi secara berkala agar betul-betul dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan Bangsa Indonesia sesuai CSR Goal Indosat.

Betapapun besarnya masalah yang dihadapi dunia pendidikan, kesehatan, lingkungan serta permasalahan yang dihadapi masyarakat Indonesia pada umumnya, maka setiap langkah nyata yang dilakukan oleh Indosat merupakan tahapan yang berarti untuk menuju masa depan yang lebih baik.
sumber : http://www.indosat.com/corporate_responsibility dan www.wikipedia.com
Analisa :   PT Indosat sudah baik dalam menerapkan CSR secara benar , karena selain PT besar yang memiliki konsumen yang banyak tapi PT Indosat ini tetap memikirkan karayawan, lingkungan, masyarakat, dan Bangsa Indonesia. Dan menurut saya PT Indosat akan memiliki masa depan yang lebih baik.