Mayoritas Bank Belum
Terapkan CSR Secara Benar
Setidaknya ada tiga hal penting yang bisa
dilakukan perusahaan perbankan untuk menerapkan program CSR di kantornya. Darto
Wiryosukarto
Tangerang–Hanya sebagian kecil
perbankan di Indonesia yang telah melaksanakan program corporate social
responsibility secara benar dan mendalam, di antaranya bank asing dan bank
BUMN. Selebihnya masih perlu diluruskan.
Hal tersebut mengemuka dalam
“Journalist Conference on CSR” yang diselenggarakan di Aryaduta Lippo Village,
Tangerang, 18-19 Juni 2010.
Selain junalis dari puluhan
media massa nasional, hadir di acara tersebut La Tofi, Chairman La Tofi School
of CSR, Jalal, aktivis Lingkar CSR Indonesia, Bambang Harymurti, Redaktur
Senior Koran Tempo, Nuni Setyoko, Vice President Corporate Sustainable HSBC
Indonesia, dan Tarman Azzam, Ketua Dewan Kehormatan PWI.
Selama ini, menurut Bambang
Harymurti, banyak perusahaan yang memandang program corporate social
responsibility (CSR) sebagai ajang “bagi-bagi duit”, khususnya kepada
masyarakat di sekitar perusahaan beroperasi.
Padahal, CSR bukan itu, tapi
bagaimana menciptakan program atau produk yang mampu membantu mengatasi
permasalahan yang ada di masyarakat.
“Saking salah kaprahnya,
banyak di kawasan pertambangan di Kalimantan, warga setempat membuat portal dan
meminta uang kepada truk proyek yang lewat sambil teriak, ‘dana CSR, dana
CSR’,” ungkap Bambang. “Ini karena perusahaan gagal mengkomunikasikan program
CSR ke masyarakat,” tambahnya.
Tak hanya perusahaan yang
bersentuhan langsung dengan sumber daya alam (SDA) yang mempunyai tanggung
jawab menyelenggarakan program CSR. Perbankan pun mempunyai tanggung jawab itu.
Sayangnya, hanya sebagian
kecil perusahaan perbankan yang memahami dan melaksanakan program CSR secara
benar.
Menurut Jalal, setidaknya ada
tiga hal penting yang bisa dilakukan perusahaan perbankan untuk menerapkan
program CSR di kantornya.
Pertama, dalam mengambil
keputusan investasi, seperti pembiayaan ke perusahaan lain, selain
mempersyaratkan kelayakan finansial, bank juga harus mempertimbangkan kelayakan
sosial dan lingkungan.
Sebagai guiding untuk menentukan bagaimana memenuhi unsur
kelayakan sosial dan lingkungan, perusahaan bisa berpegang pada Equator Principle,sebuah
kesepakatan terkait penyelamatan lingkungan hidup.
Sebagai contoh, HSBC menolak
memberikan kucuran kredit kepada perusahaan kelapa sawit yang dinilai merusak
lingkungan dalam produksinya.
“Yang menandatangani
kesepakatan itu, bisa mengatakan, ‘Saya tidak akan memberikan pinjaman ke
proyek Anda kecuali sudah memenuhi prinsip-prinsip Equator Principle. Ini yang
paling penting dari CSR perbankan,” tutur Jalal. Sayangnya, hanya bank-bank
asing yang berani menerapkan poin pertama ini, itu pun tidak semua bank asing.
“Sebagai bank yang sustainable, tidak mungkin kami akan landing dana
kepada perusahaan yang tidak ramah lingkungan,” ungkap Nuni Setyoko.
Kedua, melakukan pengajaran kemampuan financial literacy.
Kedua, melakukan pengajaran kemampuan financial literacy.
Bank mempunyai kemampuan dalam
hal pengetahuan finansial, mereka harus memberikan pembelajaran kepada
masyarakat agar melek finansial. Banyak masyarakat, seperti LSM, yang
membutuhkan kemampuan ini.
Ketiga, membuat pool khusus untuk usaha mikro dan kecil (UMK),
karena selama ini bank mempunyai kecenderungan memberikan kucuran kreditnya
kepada pengusaha besar, sementara pengusaha UMK kesulitan mendapatkan akses
pendanaan.
Kalau hal ini terjadi
terus-menerus dan dibiarkan, ketimpangan akan semakin parah, yang gede semakin
gampang mendapatkan dana, sementara yang kecil semakin susah.
“Nah, untuk mereduksi
ketimpangan tersebut, keberadaan pool khusus untuk UMK menjadi sangat penting.
Jadi, masyarakat tak hanya diberi modal, tapi juga bantuan manajemen,”
tegasnya.
Selama ini, bank-bank BUMN,
seperti Bank Mandiri dan BRI, cukup menonjol kegiatan CSR-nya. Yang perlu
diperhatikan adalah, apakah mereka juga sudah menerapkan tiga hal di atas?
“Kalau saya lihat, BRI
mempunyai konsen di usaha mikro dan kecil. Tapi itu saja belum cukup karena
masih perlu juga melakukan pengajaran financial literacy.
Dalam acara “Journalist
Conference of CSR” tersebut, para jurnalis membuat rekomendasi untuk
pemerintah, perusahaan, dan institusi pers, agar mereka bisa satu pemahanan
tentang pengertian dan penerapan CSR yang benar. (*)
Analisa
: Mengenai masalah ini saya sangat prihatin karena masih banyak Bank yang belum
melaksanakan prinsip CSR secara benar, saya sangat mendukung acara “Journalist
Conference of CSR” tersebut, yang para jurnalisnya membuat rekomendasi untuk
pemerintah, perusahaan, dan institusi pers, agar mereka bisa satu pemahanan
tentang pengertian dan penerapan CSR yang benar.